PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) resmi mengumumkan peralihan fokus bisnis dari teknologi informasi ke sektor tambang batubara. Langkah ini dianggap strategis karena sektor batubara di Indonesia masih menjanjikan, dengan dukungan kuat dari pemerintah serta potensi cadangan yang besar.
Komisaris Utama PT Techno9 Indonesia, Noprian Fadli, menyoroti perbedaan kebijakan antara Indonesia dan negara lain. Di Australia dan Singapura, pemerintah tidak lagi mendukung industri batubara. Akibatnya, bank dan institusi keuangan di sana, termasuk Jepang, enggan membiayai sektor ini.
“Indonesia justru memiliki posisi yang berbeda. Selain punya cadangan batubara yang besar, pemerintah juga masih memberi dukungan aktif terhadap industri ini,” ujar Noprian dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu (30/4).
Dampak Global dan Rencana Akuisisi Poh Group
Noprian menjelaskan bahwa perubahan kebijakan energi global ikut memengaruhi permintaan batubara. Misalnya, keputusan Presiden AS Donald Trump yang keluar dari Climate Change Accord telah menggeser banyak perusahaan di Eropa dan Tiongkok untuk kembali mengandalkan batubara. Ditambah lagi, konflik Ukraina membuat pasokan gas dari Rusia ke Eropa terganggu. Hal ini menyebabkan Eropa kembali melirik batubara sebagai sumber energi alternatif.
Ia pun optimistis, prospek bisnis batubara di Indonesia akan terus membaik dalam 20–30 tahun ke depan. Menurutnya, rencana pengurangan penggunaan batubara di Indonesia pada 2040 belum tentu akan terjadi. Sebab, tren global menunjukkan kebutuhan energi dari batubara tetap tinggi.
Seiring arah bisnis baru ini, sebanyak 70% saham Techno9 Indonesia tengah dalam proses akuisisi oleh Poh Group melalui entitas Poh Resources. Untuk mendukung proses tersebut, perusahaan akan menerbitkan dua tahap right issue atau HMETD.
Direktur Utama PT Techno9 Indonesia Tbk, Nuzwan Gufron, mengatakan proses akuisisi masih berlangsung dan belum bisa diungkapkan secara detail. Informasi lebih lanjut akan disampaikan melalui keterbukaan informasi resmi.
Rencananya, perusahaan akan melepas 2,157 miliar lembar saham dengan nilai Rp80 miliar. Harga pelaksanaannya ditetapkan Rp37 per saham. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk akuisisi tambang serta kebutuhan modal kerja. Prospektus resmi akan mencantumkan rencana bisnis, proporsi saham, dan alokasi dana setelah mendapat persetujuan dari OJK.
Dalam RUPSLB tersebut, terjadi pergantian Komisaris Independen dari Hulman Panjaitan kepada Venantius Agung Passinoraga. Ia akan mendampingi Noprian Fadli selaku Komisaris Utama. Sementara itu, jajaran direksi tetap terdiri dari Nuzwan Gufron sebagai Direktur Utama, didampingi Irwan Dharma Kusuma dan Merry Kandou.
Transformasi besar ini menandai langkah baru Techno9 dalam menyongsong peluang energi nasional. Dengan permintaan global yang meningkat dan dukungan kebijakan domestik, prospek bisnis batubara dinilai masih sangat menjanjikan.
Baca artikel menarik lainnya seputar transformasi bisnis dan energi di sini:
Klik untuk menjelajah konten terbaru kami
Sumber : kontan.co.id