Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin terbukti mampu meningkatkan efisiensi bisnis dan mendongkrak pendapatan, baik bagi perbankan maupun industri financial technology (fintech).
Salah satu contohnya adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), yang telah mengoptimalkan big data dan AI untuk mempercepat berbagai proses bisnis, baik secara internal maupun dalam melayani nasabah.
“Nah, untuk customer, kita memang sudah banyak menggunakan AI, misalnya dalam pengajuan kredit seperti KPR dan KKB, pengolahan database, hingga face recognition. Bahkan, kalau nasabah memiliki biometrik, buka akun BCA sekarang bisa sepenuhnya pakai AI,” ujar Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam acara Banking AI Day, Senin (9/9/2024).
Jahja juga menegaskan bahwa bank tidak bisa bergerak sendiri dalam penerapan AI. Menurutnya, manfaat AI akan lebih maksimal jika perbankan terhubung dengan berbagai ekosistem digital. Langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membuka peluang pendapatan baru berbasis komisi atau fee-based income (FBI).
Sebagai informasi, FBI menjadi sumber pendapatan alternatif yang penting bagi perbankan. Berbeda dengan pendapatan berbasis bunga yang rentan terhadap perubahan suku bunga, FBI berasal dari layanan dan produk nonbunga seperti transaksi digital, pembayaran elektronik, hingga layanan keuangan lainnya.
“Kita juga terkoneksi dengan beberapa e-commerce. AI kita dihubungkan host-to-host. Dari situ, ada pendapatan fee-based seperti virtual account fee, top-up fee, dan lainnya. Kenapa? Karena kita bisa saling terhubung dengan berbagai pemain di pasar,” jelas Jahja.
Lebih jauh, AI juga memainkan peran krusial dalam memperluas akses layanan keuangan, terutama bagi pelaku UMKM yang selama ini kesulitan mendapatkan layanan perbankan (unbankable). Dengan AI, layanan seperti paylater bisa lebih mudah diakses oleh masyarakat tanpa persyaratan yang rumit.
“Paylater kita buat lebih simpel. Dengan AI, layanan keuangan bisa menjangkau lebih banyak orang dengan lebih cepat dan mudah,” tambahnya.
Jahja juga menyoroti bahwa semakin besar jumlah nasabah sebuah bank, semakin efisien pula investasi yang diperlukan untuk penerapan AI. Sebaliknya, bank dengan jumlah nasabah yang kecil harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk teknologi tersebut.
Dengan perkembangan ini, bukan tidak mungkin AI akan menjadi kunci utama dalam transformasi digital perbankan di masa depan. Perbankan yang mampu mengoptimalkan teknologi ini akan memiliki keunggulan kompetitif yang lebih kuat di era digital.**