Nemes Corp

AI di Balik Layar: Masa Depan Sinema atau Ancaman Kreativitas?

AI di Balik Layar: Masa Depan Sinema atau Ancaman Kreativitas?

Sumber Foto : Freepik

Di studio tua tempat Charlie Chaplin dan Mabel Normand pernah berakting, para tokoh Hollywood berkumpul. Mereka menikmati koktail sambil menyaksikan teknologi baru yang digadang-gadang sebagai revolusi sejak era film bersuara: video buatan AI.

Namun, pertanyaannya masih menggantung—apakah AI akan menjadi masa depan sinema, atau justru mengancamnya?


Dari Mogok Massal ke Panggung Oscar

Baru dua tahun lalu, aktor dan penulis naskah menghentikan industri demi menuntut perlindungan dari AI. Kini, teknologi yang dulu ditakuti itu justru mulai digunakan di TV, film, dan video game. Bahkan, dua film peraih penghargaan Oscar tahun ini menggunakan teknologi AI.

Di tengah musik hip hop 90-an, para pengembang software bercampur dengan aktor dan produser. Ini mencerminkan pergeseran kekuatan dalam dunia hiburan.

“AI dalam industri film tidak bisa dihindari,” ujar Bryn Mooser, pendiri Moonvalley sekaligus tuan rumah pesta. Perusahaannya menciptakan alat AI bernama Marey. Mereka membayar para pembuat film untuk menggunakan cuplikan mereka. Mooser mengklaim, produknya tetap etis karena melibatkan persetujuan seniman.

“Seniman harus ikut ambil bagian,” katanya. “Lebih baik kita membangun alatnya sendiri daripada pasrah diambil alih oleh raksasa teknologi.”


AI: Dari Fiksi Menyeramkan ke Kenyataan yang Rumit

AI kerap digambarkan sebagai penjahat dalam film. Dalam The Terminator, misalnya, AI militer memutuskan untuk memusnahkan manusia. Tapi di dunia nyata, kritik justru mengarah pada para pengembang AI.

Beberapa perusahaan seperti OpenAI dan Google digugat karena diduga menggunakan data publik—termasuk karya berhak cipta—tanpa izin. Para kreator menuduh karya mereka dicuri untuk melatih model AI.

Studio besar seperti Disney dan Paramount didesak untuk bertindak. Namun, belum ada langkah hukum yang mereka ambil.

Mooser menegaskan pentingnya melindungi hak cipta. “Kami semua berjuang keras untuk hak itu. Tak ada yang mau karyanya diambil lalu dipakai orang lain untuk keuntungan pribadi,” katanya.


AI Masuk ke Proses Kreatif Film

Hollywood mulai bereksperimen dengan AI. Film Emilia Perez dan The Brutalist menggunakan teknologi ini untuk mengubah suara. Adrian Brody bahkan menyempurnakan aksen Hungaria-nya dengan bantuan AI. Hasilnya, ia memenangkan Oscar.

AI juga digunakan untuk membuat aktor seperti Tom Hanks dan Harrison Ford terlihat lebih muda. Bahkan, OpenAI mengadakan festival film AI bulan ini. Sementara itu, sutradara Marvel, Russo bersaudara, berniat menginvestasikan $400 juta untuk menciptakan alat AI khusus bagi pembuat film.

Namun, dampaknya terhadap masa depan industri masih belum jelas. AI generatif bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dan menyerupai cara berpikir manusia. Ini membuat banyak orang khawatir akan kehilangan pekerjaan.

Menurut ChatGPT, aktor latar adalah yang paling rentan tergantikan. Sedangkan aktor dan sutradara papan atas masih dianggap aman karena pengaruh dan daya tarik mereka yang besar.


Ketakutan dan Ketertarikan Berjalan Beriringan

Meski banyak yang penasaran, sebagian besar tamu di pesta Moonvalley enggan bicara kepada wartawan. Tapi kehadiran para eksekutif dari seluruh penjuru LA, bahkan saat hujan deras, menunjukkan betapa besarnya ketertarikan terhadap AI.

“Kami ke sini untuk belajar,” ujar seorang eksekutif. “Belum mau membeli apa pun, tapi kami ingin tahu lebih banyak.”

Mooser dan mitranya, Naeem Talukdar, percaya bahwa AI bisa memangkas biaya produksi film besar. Mereka optimistis, teknologi ini bisa membuka peluang bagi sineas muda. Bahkan mereka yang tak punya dukungan studio besar.

“Teknologi ini tak berarti apa-apa tanpa seniman di pusatnya,” ujar Talukdar. “Pada akhirnya, teknologi harus melayani visi kreatif.”


Antara Kepentingan Nasional dan Hak Pencipta

Sementara Hollywood mengeksplorasi AI, pemerintah Trump sedang menyusun kebijakan nasional tentang teknologi ini. Perusahaan teknologi mendesak agar aturan hak cipta dilonggarkan. Mereka ingin karya berhak cipta bisa digunakan untuk melatih AI, dengan alasan persaingan global melawan Tiongkok.

Namun, sineas menilai langkah ini bisa menghancurkan industri kreatif Amerika yang mendukung lebih dari 2,3 juta pekerjaan.

“Kepemimpinan AI global tak seharusnya mengorbankan industri kreatif kami,” tulis lebih dari 400 tokoh Hollywood dalam surat terbuka. Surat itu dipelopori oleh Natasha Lyonne dan ditandatangani Ben Stiller, Paul McCartney, Cate Blanchett, serta Lilly Wachowski.


Harapan Baru atau Ancaman Nyata?

Kekhawatiran terhadap AI juga terjadi di sektor video game. Para aktor memprotes di depan kantor Disney Character Voices. Mereka menuntut agar suara dan wajah mereka tidak digunakan tanpa izin untuk melatih AI.

“Drama dan emosi yang kita rasakan dari game berasal dari pengalaman manusia. Itu tidak bisa ditiru AI,” ujar aktor DW McCann.

Mooser percaya, jika digunakan dengan benar, AI dapat mempercepat proses kreatif tanpa mengorbankan nilai seni. “Teknologi akan hadir di semua aspek hidup,” katanya. “Kita harus pastikan, teknologi ini berpihak pada seniman, bukan menggilas mereka.”

Baca artikel seru lainnya di sini!


Sumber : bbc.com