Nemes Corp

Ancaman AI: Hak Cipta, Bias, dan Monopoli Teknologi di Indonesia

Ancaman AI: Hak Cipta, Bias, dan Monopoli Teknologi di Indonesia

Sumber Foto : Freepik

Seniman, akademisi, pekerja kreatif, dan praktisi hukum di Indonesia menyoroti dampak negatif dari perkembangan kecerdasan buatan (AI). Mereka khawatir AI yang dikuasai perusahaan besar dapat memicu pelanggaran hak cipta, kolonialisasi data, bias algoritma, serta ketimpangan sosial.

Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI), Saras Dewi, menilai bahwa strategi AI di Indonesia lebih berfokus pada persaingan global. Sayangnya, banyak risikonya yang luput dari perhatian.

“Kita harus kritis terhadap AI. Jangan hanya terpesona dengan kemampuannya, karena teknologi ini masih memiliki banyak bias,” ujar Saras.

Dominasi Perusahaan Besar dalam AI

Saras menyoroti pengaruh besar perusahaan seperti Microsoft, Google, Meta, dan Amazon dalam pengembangan AI. UNESCO mencatat, teknologi AI generatif seperti ChatGPT dan DALL-E masih mempertahankan bias gender dan ras.

Awalnya, AI dikembangkan untuk memecahkan masalah spesifik di berbagai sektor. Namun, kini perusahaan teknologi besar lebih menggunakannya sebagai alat mencari keuntungan. Hal ini membuat AI rentan menimbulkan kesalahan dan bias jika diterapkan secara luas tanpa penyesuaian.

“Ketika AI dianggap sebagai solusi universal (one-fits-all), dampaknya bisa berbahaya,” kata Saras.

AI dan Pelanggaran Hak Cipta

Pengacara hak cipta, Dimaz Prayudha, menyoroti risiko pelanggaran hak cipta dalam penggunaan AI. AI generatif dapat menciptakan karya seperti tulisan, musik, dan seni visual. Namun, pengguna sering tidak mengetahui sumber data yang digunakan.

Jika AI terbukti mengambil karya seseorang tanpa izin, pemilik hak cipta bisa menggugat pengguna maupun perusahaan AI.

“Pengguna yang memberikan perintah bisa digugat lebih dulu. Namun, perusahaan AI juga bertanggung jawab karena menciptakan sistem ini,” jelas Dimaz.

Regulasi AI yang Lebih Ketat

Regulasi yang lebih ketat diperlukan agar AI berkembang secara etis. Tanpa pengawasan yang jelas, AI bisa memperburuk ketimpangan ekonomi, merugikan pekerja kreatif, dan memperkuat monopoli teknologi.

Pemerintah dan pemangku kepentingan harus memastikan AI digunakan dengan adil dan inklusif. Dengan begitu, manfaatnya bisa dirasakan oleh semua pihak, bukan hanya segelintir perusahaan besar.

Baca artikel seru lainnya di sini!


Sumber : investor.id