Mike Johns tidak menyangka perjalanannya dari Los Angeles ke Scottsdale, Arizona, pada bulan Desember akan menjadi viral. Demi mencapai bandara, ia memutuskan untuk mencoba layanan taksi tanpa sopir. Awalnya, pengalaman tersebut terasa mengesankan—menjadi pusat perhatian di antara para pejalan kaki yang penasaran. Namun, pengalaman unik ini berubah menjadi kejadian yang tidak terduga.
Bukannya langsung menuju tujuan, kendaraan yang dikendarainya justru berputar-putar tanpa henti di area parkir. Johns kebingungan karena tidak ada cara jelas untuk menghentikan atau mengarahkan kendaraan kembali ke jalur yang benar. Sementara itu, para pejalan kaki yang tadi penasaran kini menjadi saksi bagaimana teknologi canggih ini malah menyulitkan penumpangnya. Dengan rekaman video yang ia unggah, pengalaman ini langsung menjadi viral dan diperbincangkan di berbagai media internasional, membangkitkan kembali keraguan publik terhadap kesiapan teknologi kendaraan otonom untuk penggunaan nyata.
“Kenapa ini harus terjadi pada saya di pagi hari Senin?” keluhnya dalam video yang kini telah tersebar luas.
Akhirnya, sebuah suara dari dalam mobil memberi instruksi kepada Johns untuk menggunakan aplikasi Waymo guna mengendalikan kendaraan. Namun, pengalaman ini telah cukup untuk menyoroti tantangan yang masih dihadapi oleh kendaraan tanpa sopir.
Perjalanan Panjang Menuju Masa Depan Tanpa Sopir
Bukan hanya Waymo yang menghadapi hambatan dalam pengembangan kendaraan otonom. Raksasa otomotif General Motors (GM) terpaksa menutup divisi mobil otonomnya, Cruise, pada akhir 2023 setelah salah satu kendaraannya menyeret pejalan kaki sejauh lebih dari 6 meter, menyebabkan luka serius. Apple juga dilaporkan membatalkan proyek mobil otonomnya, sementara Uber telah meninggalkan ambisinya dalam teknologi ini sejak 2020.
Meski demikian, beberapa perusahaan besar masih bertahan dalam persaingan. Amazon dengan Zoox, Nvidia, serta Tesla milik Elon Musk masih terus mengembangkan kendaraan otonom. Waymo tetap menjadi pemain utama di Amerika Serikat, dengan layanan taksi otonom yang sudah beroperasi di Phoenix, San Francisco, Los Angeles, dan Austin, serta rencana ekspansi ke Atlanta dan Miami.
Tantangan Keselamatan dan Masa Depan Kendaraan Otonom
Tantangan keselamatan tetap menjadi perhatian utama, terutama untuk truk otonom yang beroperasi di jalan tol dengan kecepatan tinggi. David Liu, CEO Plus, perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak untuk truk otonom, menegaskan bahwa sistem ini harus jauh lebih aman daripada pengemudi manusia. Mayoritas kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kelalaian manusia, sesuatu yang bisa diminimalkan dengan teknologi.
Namun, proses implementasi kendaraan otonom masih memerlukan campur tangan manusia. Sebelum diterapkan di suatu wilayah, kendaraan otonom harus menjalani ribuan kali uji coba di jalan yang sama untuk memastikan sistem dapat beradaptasi dengan baik.
Respons Waymo dan Tantangan Teknologi Otonom
Waymo, perusahaan yang berada di bawah naungan Alphabet (induk Google), langsung merilis pembaruan perangkat lunak untuk memperbaiki masalah tersebut. Dalam pernyataannya, perusahaan ini mengklaim bahwa sistem kendaraannya lebih unggul dari manusia dalam menghindari kecelakaan yang menyebabkan cedera, penggunaan airbag, dan laporan polisi.
Namun, insiden yang dialami Johns bukanlah satu-satunya tantangan yang dihadapi oleh Waymo. Tahun lalu, mereka harus menarik kembali lebih dari 600 mobil setelah salah satunya menabrak tiang jalan. Bahkan, pada Mei 2024, Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional (NHTSA) meluncurkan penyelidikan terhadap 22 insiden yang melibatkan kendaraan Waymo.
Mengapa Waymo Bertahan Sementara yang Lain Gugur?
Menurut Sven Beiker, pakar otomotif dari Stanford Graduate School of Business, ada tiga faktor utama yang membuat Waymo masih bertahan: sumber daya manusia, pendanaan, dan pendekatan yang sistematis. Waymo memiliki tim insinyur terbaik di industri, dukungan finansial dari Alphabet, serta pendekatan yang ketat dalam regulasi dan keselamatan.
Meskipun begitu, perjalanan menuju masa depan mobil tanpa sopir masih panjang dan penuh tantangan. Menurut Philipp Kampshoff dari McKinsey, kota-kota dengan cuaca cerah seperti di Texas dan Florida akan menjadi lokasi utama untuk pengujian dan ekspansi layanan ini. Kondisi cuaca buruk seperti hujan deras dan salju masih menjadi kendala besar bagi teknologi otonom, ditambah lagi dengan kebutuhan energi yang tinggi untuk sistem komputasi kendaraan.
Perkembangan Global: China Melesat Maju
Jika ingin melihat gambaran masa depan kendaraan tanpa sopir, China mungkin bisa menjadi contoh. Di Wuhan, lebih dari 500 kendaraan otonom telah beroperasi di bawah perusahaan teknologi Baidu. Secara nasional, lebih dari 16 kota telah mengadopsi kendaraan otonom, dengan 19 produsen aktif mengembangkan teknologi ini.
Menurut Sven Beiker, China memiliki persaingan yang lebih ketat dalam sektor ini, dengan empat hingga lima perusahaan yang sebanding dengan Waymo. Dengan regulasi yang lebih fleksibel dan dukungan dari pemerintah, adopsi kendaraan otonom di China berkembang jauh lebih cepat dibanding di negara lain.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : bbcnews.com