DOJ Batalkan Rencana Pemaksaan Divestasi AI Google
Departemen Kehakiman AS (DOJ) telah menarik kembali rencananya untuk memaksa Google, anak perusahaan Alphabet, menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan kecerdasan buatan (AI), termasuk Anthropic yang merupakan pesaing OpenAI. Keputusan ini diumumkan pada Jumat (7/3) sebagai bagian dari upaya meningkatkan persaingan di industri pencarian online.
Namun, DOJ dan 38 jaksa agung negara bagian tetap melanjutkan tuntutan hukum yang bertujuan untuk mengurangi dominasi Google. Mereka meminta pengadilan agar Google diwajibkan menjual browser Chrome dan menerapkan langkah-langkah lainnya guna mengatasi dominasi ilegalnya di pasar pencarian.
Alasan Penarikan Proposal dan Implikasinya
Menurut dokumen pengadilan yang diajukan di Washington, jaksa menegaskan bahwa pasar digital tidak hanya tentang harga murah dan layanan online gratis. Mereka menyoroti pentingnya kebebasan berbicara, inovasi, serta persaingan yang adil tanpa kendali dari perusahaan monopoli.
Keputusan DOJ untuk tidak memaksa Google melepas investasinya di AI diambil setelah mereka menemukan bukti bahwa larangan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga bagi industri AI yang sedang berkembang pesat. Sebagai gantinya, DOJ mengusulkan agar Google memberikan pemberitahuan kepada pemerintah sebelum melakukan investasi baru di AI generatif.
Google dan Anthropic Bereaksi terhadap Keputusan DOJ
Seorang juru bicara Google menyebut bahwa tuntutan DOJ masih terlalu berlebihan dan berpotensi merugikan konsumen, ekonomi, serta keamanan nasional AS. Di sisi lain, Anthropic sebelumnya telah memperingatkan bahwa jika Google dipaksa melepas kepemilikan sahamnya, OpenAI dan mitranya, Microsoft, akan mendapatkan keuntungan besar.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Anthropic belum memberikan komentar resmi terkait perubahan sikap DOJ.
Trump Lanjutkan Tekanan terhadap Big Tech
Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS, Donald Trump berjanji untuk terus menindak perusahaan teknologi raksasa sebagaimana yang ia mulai pada periode pertamanya dan yang berlanjut di bawah pemerintahan Joe Biden. Untuk memimpin upaya antitrust DOJ, Trump menunjuk Gail Slater, seorang pengacara berpengalaman dalam kebijakan persaingan usaha.
Google Ajukan Proposal Alternatif
Sebagai respons terhadap tuntutan DOJ, Google telah mengajukan proposal alternatif. Salah satunya adalah melonggarkan perjanjiannya dengan Apple dan beberapa perusahaan lain terkait penetapan Google sebagai mesin pencari default pada perangkat baru.
Hakim Distrik AS, Amit Mehta, telah menjadwalkan persidangan pada April mendatang untuk menentukan apakah usulan DOJ atau Google yang akan diterapkan.
Kasus Antitrust dan Dampaknya bagi Industri Teknologi
Google bukan satu-satunya perusahaan teknologi yang menghadapi tuntutan antitrust di AS. Apple, Meta, dan Amazon juga sedang diselidiki atas dugaan praktik monopoli di sektor mereka masing-masing.
Sejak Trump kembali berkuasa, Google berupaya meyakinkan pemerintah bahwa langkah DOJ ini dapat melemahkan daya saing AS dalam bidang AI dan membahayakan kepemimpinan teknologi serta ekonomi negara tersebut.
Perubahan Kebijakan Data Pencarian
Beberapa usulan yang diajukan DOJ pada November lalu tetap dipertahankan, tetapi dengan sedikit modifikasi. Misalnya, sebelumnya DOJ mengusulkan agar Google diwajibkan membagikan data pencarian dengan pesaingnya secara gratis. Kini, Google diperbolehkan mengenakan biaya marginal untuk akses tersebut, dengan syarat perusahaan yang mengaksesnya tidak menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional.
Dukungan terhadap Proposal DOJ
Proposal DOJ mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk jaksa agung dari Partai Demokrat dan Republik. Selain itu, serikat pekerja Alphabet Workers Union-CWA juga menyatakan dukungan mereka terhadap kebijakan ini.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : www.reuters.com