Tahun 2025 diprediksi menjadi tahun emas bagi merger dan akuisisi di industri energi AS. Lonjakan permintaan listrik akibat pertumbuhan pusat data kecerdasan buatan (AI) meningkatkan daya tarik aset pembangkit listrik dan infrastruktur terkait. Investor institusional, ekuitas swasta, dan perusahaan energi berlomba-lomba mengakuisisi aset strategis.
Gelombang Akuisisi di Tengah Lonjakan Permintaan
Industri energi AS mengalami lonjakan akuisisi terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Menurut berbagai sumber di sektor keuangan dan industri, transaksi senilai miliaran dolar telah terjadi hanya dalam beberapa bulan pertama tahun ini.
Pada Januari dan Februari 2025, tercatat 27 transaksi senilai total $36,4 miliar. Akuisisi terbesar adalah pembelian Calpine oleh Constellation Energy senilai $16,4 miliar. Angka ini melampaui volume transaksi pada periode yang sama dalam dua dekade terakhir, kecuali satu tahun.
Pasar Energi Melesat di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Tren ini berbanding terbalik dengan pasar merger dan akuisisi secara keseluruhan, yang justru mengalami awal tahun terlemah sejak krisis keuangan global. Ketidakpastian kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump turut memengaruhi berbagai sektor ekonomi.
Namun, deklarasi darurat energi oleh Trump mempercepat pembangunan infrastruktur listrik. Langkah ini menciptakan peluang besar bagi investor. “Kami belum pernah seaktif ini,” kata Kathleen Lawler, Managing Director di KKR. Pada Januari lalu, KKR dan PSP Investments membeli 20% saham jaringan transmisi American Electric Power seharga $2,8 miliar.
Saham Perusahaan Energi Melonjak, Mendorong Kesepakatan Besar
Harga saham perusahaan energi meningkat, memberi mereka fleksibilitas lebih besar dalam melakukan transaksi. Meski pasar saham mengalami tekanan, saham produsen listrik independen seperti Vistra, Constellation, dan NRG Energy masih naik 82% hingga 220% dibanding awal 2024.
Reaksi investor terhadap akuisisi Calpine oleh Constellation juga positif. Saham Constellation melonjak 25% pada hari pengumuman, meskipun biasanya transaksi berbasis saham menyebabkan penurunan harga.
Dana Investasi Besar Mengalir ke Infrastruktur Energi
Investor telah mengumpulkan dana besar untuk investasi energi. Data Preqin mencatat dana infrastruktur yang tersedia mencapai $334 miliar pada akhir 2024.
Modal ini bisa digunakan untuk membeli perusahaan teknologi baru, bisnis pendukung infrastruktur energi, atau mengakuisisi perusahaan listrik publik dan menjadikannya privat. Contohnya, Altus Power, pemilik besar pembangkit listrik tenaga surya, telah setuju untuk dijual ke divisi investasi iklim TPG seharga $2,2 miliar.
Privatisasi Perusahaan Energi dan Pelepasan Aset
Beberapa perusahaan energi mempertimbangkan untuk menjadi privat, terutama utilitas kecil yang kesulitan bersaing dengan raksasa teknologi. Investor institusional jangka panjang menawarkan valuasi lebih tinggi dibanding pasar saham, khususnya untuk energi terbarukan yang tertekan sejak kebijakan pro-fosil Trump.
Selain itu, perusahaan energi terus menjual unit bisnis atau saham untuk membiayai ekspansi infrastruktur listrik. American Electric Power menjual 20% saham transmisinya ke KKR dan PSP. Eversource Energy melepas unit air bersih Aquarion seharga $2,4 miliar, sedangkan National Grid menjual bisnis energi terbarukan AS ke Brookfield Asset Management.
Permintaan Tinggi untuk Pembangkit Gas Alam Modern
Aset pembangkit listrik semakin diminati, terutama pembangkit gas alam yang dibangun dalam dekade terakhir. Pada Januari, Blackstone mengakuisisi Potomac Energy Center dari Ares Management.
“Banyak perusahaan ekuitas swasta yang mengakuisisi aset ini tiga hingga lima tahun lalu kini mencari peluang likuiditas,” kata Hill Vaden, Direktur Eksekutif S&P Global.
Tantangan: Biaya Produksi Meningkat dan Krisis Tenaga Kerja
Meski tren merger dan akuisisi terus meningkat, berbagai tantangan tetap ada. Kebijakan Trump diperkirakan akan mempermudah perizinan proyek energi, tetapi pasokan komponen masih menjadi kendala besar. Turbin gas memiliki waktu tunggu hingga akhir dekade ini.
Tarif impor bahan baku seperti baja, aluminium, dan tembaga yang diterapkan Trump berpotensi meningkatkan biaya produksi. Selain itu, ketidakpastian terkait pencabutan insentif pajak energi terbarukan masih menjadi hambatan bagi proyek baru.
Krisis tenaga kerja juga menjadi tantangan serius. Reformasi imigrasi yang berpotensi mendeportasi jutaan pekerja non-warga negara AS dapat menghambat proyek energi. CEO BlackRock, Larry Fink, bahkan memperingatkan bahwa industri akan mengalami kekurangan tenaga listrik karena lonjakan pembangunan pusat data.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : www.reuters.com