Industri pelayaran Indonesia menghadapi berbagai kendala untuk bersaing di pasar pengiriman internasional. Salah satu tantangan utamanya adalah armada kapal yang sudah berusia tua. Kondisi ini membuat perusahaan pelayaran nasional hanya mampu menjangkau wilayah domestik.
Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengungkapkan bahwa sebagian besar anggota INSA mengoperasikan kapal yang tidak lagi layak bersaing secara global. Kapal-kapal ini tidak memenuhi standar internasional.
Carmelita menjelaskan, regulasi International Maritime Organization (IMO) menuntut syarat keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan laut. Kapal tua sulit memenuhi ketiga hal tersebut. Inilah sebabnya banyak pelaku usaha memilih tetap bermain di pasar domestik.
“Karena tidak perlu mematuhi regulasi IMO, banyak pelaku industri memilih rute domestik. Kita punya aturan sendiri. Lebih mudah menjalankan bisnis di dalam negeri,” jelas Carmelita dalam acara Media Briefing Indonesia Maritime Week 2025 di Jakarta.
Ia juga menyoroti ketertinggalan dari sisi pengemasan dan pengangkutan. Negara lain telah menggunakan kontainer sebagai standar. Sementara di Indonesia, pengiriman masih banyak dilakukan dengan sistem kargo umum.
“Indonesia agak tertinggal dari segi metode pengiriman. Pemain besar sudah memakai kontainer, kita masih dengan sistem lama,” ujarnya.
Namun demikian, Carmelita mengapresiasi kebijakan cabotage yang berlaku di Indonesia. Aturan ini mewajibkan kapal yang beroperasi di perairan Indonesia menggunakan bendera nasional. Kebijakan serupa juga diterapkan di negara seperti Amerika Serikat dan Jepang.
“Kita punya program Beyond Cabotage. Tujuannya melindungi pelayaran nasional. Kalau kapal dalam negeri bisa menangani semua kargo, kenapa harus beri ruang bagi pemain asing?” tutupnya.
Baca artikel lainnya di sini: nemescorp.com
Sumber : detik.com