Rachel Scott ingin mendefinisikan ulang arti kemewahan. “Kemewahan sebenarnya adalah pengetahuan tentang bagaimana membuat sesuatu dengan luar biasa, dengan ilmu yang sudah ada selama berabad-abad,” katanya. “Itu memang ada di Eropa, tapi bukan hanya di sana.”
Sebagai pendiri brand fashion Diotima pada 2021, Scott yang berbasis di Chinatown, New York, banyak terinspirasi oleh kampung halamannya, Jamaika. “Jamaika dan Karibia sudah terkenal dengan musiknya yang luar biasa,” ujarnya, “tapi kalau saya bisa menambah hal lain yang dianggap berharga dari Karibia, itu akan menjadi pencapaian terbesar saya.”
Koleksi terbarunya terinspirasi dari perempuan-perempuan yang ia lihat mengenakan busana putih saat melakukan ritual dan tarian keagamaan di tepi sungai. Setiap karyanya—mulai dari gaun rajut tangan khasnya, tailoring berbahan tweed warisan, hingga desain intarsia yang menyerupai aliran sungai dan kristal berkilauan—mewakili kecintaannya pada seni Karibia.
Namun bagi Scott, mode bukan hanya soal estetika, tetapi juga soal ekonomi. Ia bekerja langsung dengan komunitas pengrajin di Jamaika sebagai bentuk komitmennya dalam menciptakan industri fashion yang lebih adil. “Saya ingin memastikan bahwa orang-orang tidak sekadar dieksploitasi, tetapi benar-benar diajak berkolaborasi,” tegasnya.
Scott, yang kini berusia 41 tahun, sadar bahwa dunia fashion masih jauh dari kata setara. “Sebagai pengusaha kulit hitam—terutama jika kamu imigran dan perempuan—tantangannya jauh lebih besar, kebanyakan terkait modal dan akses ke sumber daya,” katanya. “Di industri luxury, kamu bersaing dengan orang-orang terkaya di dunia. Meskipun bukan soal kompetisi, tapi kamu tetap dinilai dengan standar yang sama.”
Meski begitu, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Pada akhir 2024, Scott menjadi perempuan kulit hitam pertama yang meraih gelar American Womenswear Designer of the Year dari Council of Fashion Designers of America (CFDA). Tak lama setelah itu, ia juga memenangkan Inaugural Empowered Vision Award, penghargaan baru yang mendukung desainer kulit hitam yang sedang naik daun. Selain itu, ia masuk sebagai finalis International Woolmark Prize 2025, yang pemenangnya akan diumumkan musim semi ini.
Scott akan menampilkan koleksi musim gugurnya pada 10 Februari mendatang dan terus mendorong batas kreativitasnya. “Saya selalu berusaha melakukan semuanya dengan lebih baik, lebih menarik, lebih kuat, dan mempertanyakan lebih banyak hal,” ujarnya.
Meskipun kini mulai diakui di jajaran elite industri fashion, Scott tetap bangga dengan perannya sebagai sosok yang mendobrak tradisi. “Saya ingin hadir di tempat-tempat di mana kita biasanya tidak terlihat atau tidak diharapkan,” katanya. “Saya bisa sampai di titik ini karena dukungan komunitas kulit hitam. Jika saya bisa memberikan kembali dengan kekuatan yang sama seperti yang mereka berikan kepada saya, itu sudah cukup bagi saya.”