Nemes Corp

Meta Digugat di Kenya: Akankah Big Tech Bertanggung Jawab atas Kondisi Kerja di Outsourcing?

Meta Digugat di Kenya: Akankah Big Tech Bertanggung Jawab atas Kondisi Kerja di Outsourcing?

Kenya kini menjadi sorotan dalam sengketa hukum yang dapat mengubah cara perusahaan teknologi global beroperasi. Dua gugatan besar terhadap Meta (induk perusahaan Facebook) mencoba menetapkan preseden baru: apakah perusahaan Big Tech bisa dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran di perusahaan outsourcing yang mereka gunakan?

Kasus ini berawal dari tuduhan eksploitasi tenaga kerja di fasilitas moderasi konten Meta yang dikelola oleh perusahaan outsourcing, Sama, di Nairobi. Para pekerja mengaku menerima upah serendah $1,50 per jam untuk meninjau konten traumatis seperti video kekerasan, pemerkosaan, dan kejahatan perang. Meskipun secara teknis mereka bekerja untuk Sama, gugatan menuduh bahwa Meta tetap mengawasi pekerjaan mereka, menetapkan persyaratan kerja, dan menyediakan perangkat lunak yang digunakan.

Meta dan Sama membantah tuduhan tersebut. Meta juga berargumen bahwa pengadilan Kenya tidak memiliki yurisdiksi atas kasus ini. Namun, pada September lalu, pengadilan memutuskan bahwa kedua gugatan dapat dilanjutkan. Jika tidak ada intervensi dari Mahkamah Agung Kenya, kasus ini kemungkinan besar akan disidangkan tahun depan.

Dampak Besar bagi Industri Teknologi di Kenya

Jika pengadilan mendukung para pekerja, hukum di Kenya bisa berubah, memastikan bahwa perusahaan teknologi besar bertanggung jawab atas kondisi kerja di perusahaan outsourcing mereka. Pendukung langkah ini percaya bahwa keputusan tersebut akan meningkatkan perlindungan tenaga kerja dan mencegah eksploitasi di sektor data labeling Kenya, yang berkembang pesat berkat meningkatnya permintaan data untuk pelatihan AI.

Namun, ada juga yang khawatir bahwa keputusan seperti ini dapat membuat Kenya kurang menarik bagi perusahaan asing. Dampaknya, peluang kerja bisa berkurang dan pertumbuhan ekonomi melambat.

Ruto dan RUU Kontroversial

Presiden Kenya, William Ruto, turut berkomentar mengenai kasus ini. Dalam sebuah acara di Nairobi, ia mengumumkan sedang menyiapkan undang-undang baru untuk melindungi perusahaan outsourcing dari tuntutan hukum di Kenya. Ia bahkan mengklaim bahwa perubahan hukum ini bertujuan mencegah perusahaan seperti Sama hengkang ke negara lain, seperti Uganda, akibat tekanan hukum yang mereka hadapi.

Namun, situasinya lebih kompleks. RUU yang sedang dibahas di Senat Kenya tidak melarang perusahaan outsourcing untuk dituntut, tetapi lebih menegaskan bahwa perusahaan teknologi besar—seperti Meta dan OpenAI—tidak bisa dimasukkan dalam gugatan terhadap mitra outsourcing mereka. Pendukung RUU ini berpendapat bahwa aturan tersebut akan menjadikan Kenya destinasi bisnis outsourcing yang lebih menarik tanpa mengurangi perlindungan tenaga kerja.

Sebaliknya, pendukung gugatan terhadap Meta menolak anggapan bahwa kemajuan ekonomi harus mengorbankan hak-hak pekerja. Mercy Mutemi, pengacara yang menangani kasus ini, menegaskan bahwa Kenya dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan tanpa harus mempertahankan model kerja yang eksploitatif.

Apa Selanjutnya?

Kasus ini bermula dari laporan investigasi TIME tahun 2022, yang mengungkap bahwa pekerja muda Afrika direkrut untuk pekerjaan yang mereka kira sebagai call center, hanya untuk akhirnya harus menyaring konten mengerikan di Facebook. Beberapa mengalami gangguan mental akibat pekerjaan ini, dan ada yang dipecat setelah menuntut kondisi kerja yang lebih baik.

Selain TIME, investigasi oleh Rest of World juga menyoroti kondisi kerja yang buruk di fasilitas outsourcing Meta di Kenya, termasuk tekanan psikologis yang dialami pekerja. Sementara itu, laporan dari Al Jazeera menegaskan bahwa pengadilan Kenya telah memutuskan kasus ini dapat berlanjut, yang bisa menjadi preseden bagi industri teknologi global.

Dengan tuntutan hukum yang terus berjalan, hasil akhirnya bisa menjadi titik balik bagi sektor outsourcing di Kenya. Jika pengadilan berpihak pada pekerja, Meta dan perusahaan teknologi lainnya mungkin harus lebih berhati-hati dalam memilih mitra outsourcing mereka. Namun, jika RUU yang diusulkan disahkan, Big Tech bisa semakin lepas dari tanggung jawab atas kondisi kerja di perusahaan yang mereka sewa.

Apa pun hasilnya, kasus ini akan menjadi penentu penting bagi masa depan industri outsourcing digital di Kenya dan negara-negara berkembang lainnya.