Nemes Corp

Penghapusan Sistem Alih Daya: Komitmen Prabowo dan Tantangannya bagi Dunia Usaha

Penghapusan Sistem Alih Daya: Komitmen Prabowo dan Tantangannya bagi Dunia Usaha

hapus alih daya
Sumber Foto : Freepik

Dalam peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 di Monas, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan komitmen besar. Ia menyatakan akan menghapus alih daya atau outsourcing. Namun, ia juga menegaskan pentingnya menjaga iklim investasi agar tetap sehat.

Pernyataan ini mendapat sambutan meriah dari kalangan buruh. Sebaliknya, pelaku usaha mulai menunjukkan kekhawatiran. Mereka mempertanyakan bagaimana kebijakan ini akan diterapkan tanpa mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

Outsourcing dalam Sejarah dan Praktik

Praktik alih daya mulai berkembang di Indonesia sejak 1990-an. Saat itu, banyak perusahaan ingin meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas di tengah ketidakpastian pasar. Mereka mengalihkan fungsi tertentu ke pihak ketiga.

Namun, pengaturan hukum baru hadir melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU ini membatasi jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing-kan serta menjamin hak pekerja.

Bagi dunia usaha, outsourcing adalah strategi efisiensi penting. Terutama di sektor padat karya dengan permintaan yang sering berubah. Di sinilah letak dilema pemerintah: memenuhi aspirasi buruh sekaligus menjaga kepercayaan investor.

Strategi Transisi dan Penguatan Ketenagakerjaan

Ekonom Chatib Basri menekankan bahwa daya saing tidak cukup dengan upah murah. Yang lebih penting adalah kualitas tenaga kerja dan kepastian hukum. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya membangun fondasi ekonomi yang berkelanjutan.

Kemajuan teknologi, digitalisasi, dan AI telah mengubah lanskap kerja. Pekerjaan rutin makin tergeser otomatisasi. Sebaliknya, keterampilan digital sangat dibutuhkan. Jika Indonesia hanya mengandalkan tenaga murah, kita bisa tertinggal dalam kompetisi global.

Karena itu, penghapusan alih daya harus disertai strategi transisi yang terukur. Pemerintah perlu memetakan sektor mana yang bisa segera beralih. Sektor lain mungkin butuh waktu adaptasi lebih panjang.

Pengawasan ketenagakerjaan juga harus diperkuat. Lemahnya penegakan hukum selama ini membuat banyak pelanggaran terjadi. Jangan sampai setelah outsourcing dihapus, muncul pola kontrak lain yang merugikan. Contohnya seperti PKWT yang terus diperpanjang tanpa kejelasan status.

Reskilling dan Insentif Dunia Usaha

Penguatan keterampilan tenaga kerja adalah syarat mutlak. Program upskilling dan reskilling harus diperluas, terutama bagi sektor yang terdampak otomatisasi. Pemerintah perlu bekerja sama dengan dunia usaha dan lembaga pendidikan.

Pekerja kontrak fleksibel hidup dalam ketidakpastian. Mereka sulit merencanakan masa depan karena tidak tahu apakah kontrak akan diperpanjang. Dalam kondisi ini, pelatihan menjadi kunci untuk menjaga daya saing pekerja.

Negara-negara Skandinavia bisa menjadi contoh. Mereka mengombinasikan jaminan sosial dengan pelatihan berkelanjutan. Indonesia bisa mengadopsi pendekatan serupa.

Kebijakan ini tidak hanya soal status tetap, tapi soal keberlanjutan karier. Dengan keterampilan yang sesuai, pekerja tetap relevan di pasar kerja. Ini adalah investasi sosial, bukan beban bisnis.

Pemerintah juga bisa memberikan insentif kepada perusahaan yang mendukung hubungan industrial sehat. Misalnya lewat potongan pajak, akses kredit, atau prioritas proyek pemerintah. Dengan begitu, kebijakan ini tidak menjadi beban, melainkan peluang.

Momentum Perubahan Sistem Ketenagakerjaan

Indonesia masih menjadi basis produksi karena biaya buruh murah. Namun, itu bukan jaminan jangka panjang. Negara lain kini menawarkan produktivitas tinggi dengan biaya serupa. Investasi kini mencari kepastian hukum dan tenaga kerja terampil.

Pernyataan Prabowo perlu dipahami sebagai awal reformasi ketenagakerjaan. Komitmen hapus alih daya tidak boleh berhenti sebagai janji politik. Harus ada peta jalan yang jelas, dukungan pelatihan, serta pengawasan ketat.

Dengan pendekatan inklusif dan adaptif, Indonesia bisa memperbaiki sistem ketenagakerjaannya. Tidak hanya untuk buruh, tapi juga bagi kelangsungan dunia usaha. Keadilan kerja bukan penghambat investasi. Sebaliknya, itu modal sosial penting untuk membangun ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.


Baca artikel lainnya seputar kebijakan ketenagakerjaan dan ekonomi digital di sini.

Sumber : kompas.com