Nemes Corp

Tancap Gas Menuju Masa Depan: Indonesia Incar Posisi Sentral Industri EV ASEAN

Tancap Gas Menuju Masa Depan: Indonesia Incar Posisi Sentral Industri EV ASEAN

Indonesia terus memperkuat fondasi untuk menjadi pusat industri kendaraan listrik di Asia Tenggara. Langkah ini diperkuat dengan pemanfaatan sumber daya alam seperti nikel, peningkatan kapasitas produksi, serta insentif fiskal yang kompetitif. Target besar pun dipasang untuk 2030, meski jalan yang ditempuh tak lepas dari tantangan.

Dalam forum RE Invest Indonesia 2025 bertajuk Indonesia as the Next EV Production Hub yang berlangsung pada 24 April 2025, sejumlah pemangku kebijakan dari GAIKINDO, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ENTREV, hingga Indonesia Battery Corporation (IBC) mengungkapkan strategi nasional dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik yang berkelanjutan.

Sekretaris Jenderal GAIKINDO, Kukuh Kumara, menyampaikan bahwa Indonesia berhasil menorehkan prestasi global di sektor otomotif. “Tahun 2024, kita berada di peringkat ke-14 dunia dalam produksi kendaraan dan ke-17 dalam pasar otomotif global. Di ASEAN, kita unggul dengan pangsa pasar sebesar 31%, melampaui Malaysia dan Thailand,” jelasnya dalam siaran pers, Rabu (7/5/2025).

Meskipun penjualan kendaraan secara grosir mencapai 865.723 unit pada 2024—melebihi ekspektasi—Kukuh memprediksi sedikit penurunan di 2025 menjadi sekitar 850.000 unit. Ia menekankan pentingnya percepatan program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) dan transisi menuju kendaraan beremisi rendah.

Namun, adopsi mobil listrik murni masih lambat. Tahun 2024, penjualan battery electric vehicle (BEV) tercatat hanya 17.051 unit, jauh di bawah hybrid electric vehicle (HEV) yang mencapai 54.179 unit. Harga tinggi dan minimnya infrastruktur masih menjadi kendala utama.

Infrastruktur dan Harga, Dua Tantangan Utama EV di Indonesia

Meski BEV mencatat kenaikan signifikan dari 17.051 unit di 2023 menjadi 43.194 unit di 2024, dan pangsa pasar naik dari 1,7% ke 4,99%, tantangan struktural belum teratasi.

Eko Adji Buwono dari ENTREV menjelaskan bahwa per Maret 2025, baru tersedia 3.772 unit stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang tersebar di 2.515 titik, mayoritas hanya memiliki daya 7–22 kW. Padahal, pemerintah menargetkan pembangunan 30.000 SPKLU hingga tahun 2030.

“Percepatan pembangunan SPKLU penting untuk mengatasi range anxiety, yaitu kekhawatiran masyarakat akan jarak tempuh kendaraan listrik,” terang Eko. Ia juga menyoroti pentingnya pengembangan teknologi daur ulang baterai sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi sirkular.

Secara lingkungan, kendaraan listrik menghasilkan emisi karbon lebih rendah—hanya 1,3 kg CO₂ per 10 km, dibanding 2,4 kg CO₂ dari kendaraan berbahan bakar fosil. Namun, dari sisi harga, EV masih belum menjangkau pasar luas. Rata-rata harga EV saat ini masih di atas Rp800 juta, sedangkan daya beli masyarakat Indonesia rata-rata hanya sekitar Rp300 juta.

“Perubahan ke EV bukan sekadar persoalan teknologi. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa mobil listrik adalah pilihan yang nyaman dan aman. Ini butuh edukasi, insentif, dan penurunan harga,” ujar Eko.

Dukungan Produksi Dalam Negeri Jadi Kunci

Atong Soekirman dari Kemenko Perekonomian menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi basis produksi regional kendaraan listrik. Hal ini didukung cadangan nikel yang besar dan kebijakan fiskal yang pro-investasi.

Saat ini, terdapat tujuh produsen kendaraan listrik roda empat yang beroperasi di dalam negeri. Total kapasitas produksi mencapai 59.660 unit per tahun, dengan nilai investasi menyentuh Rp4,07 triliun.

“Atas dasar pertumbuhan ekonomi 5,03% di 2024 dan dominasi sektor pengolahan, kita optimis. Walau sektor alat angkutan sempat terkontraksi 1,25%, industri kendaraan listrik akan jadi motor baru,” ungkap Atong.

Transformasi menuju industri kendaraan listrik nasional menuntut kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Jika seluruh elemen bergerak sinergis, bukan tidak mungkin Indonesia benar-benar menjadi pusat EV di ASEAN.


Ingin tahu lebih banyak tentang perkembangan teknologi dan kebijakan energi terbarukan?
Baca artikel lainnya di sini

Sumber : investor.id