Seiring meningkatnya kesadaran akan dampak lingkungan, banyak bisnis mulai mempertimbangkan keberlanjutan dalam memilih penyedia teknologi. Sekitar 51 persen bisnis lebih memilih penyedia cloud yang memakai energi terbarukan. Sementara itu, 46 persen memprioritaskan pusat data hemat energi, dan 42 persen memilih penyedia dengan inisiatif pengurangan karbon.
Survei ini melibatkan 1.300 pemimpin bisnis dan eksekutif senior dari berbagai industri, seperti teknologi, keuangan, perawatan kesehatan, transportasi, dan ritel. Responden berasal dari 13 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Hong Kong, Jepang, Singapura, Korea Selatan, Prancis, Jerman, Inggris, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Bisnis di Asia Kian Tertarik pada AI dan Cloud Computing
Survei terbaru dari Alibaba Cloud mengungkapkan bahwa 76 persen bisnis di Asia, Eropa, dan Timur Tengah tengah mengeksplorasi pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan komputasi awan untuk keberlanjutan. Namun, tantangan terbesar dalam adopsi teknologi ini adalah konsumsi energi yang tinggi, yang menjadi kekhawatiran utama.
Sebanyak 71 persen perusahaan berpendapat bahwa energi yang dibutuhkan untuk AI dan teknologi digital lainnya bisa lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini menjadi hambatan utama dalam implementasi teknologi di berbagai sektor.
Perusahaan Tertinggal dalam Adopsi Teknologi Berkelanjutan
Sekitar 62 persen eksekutif menyatakan bahwa perusahaan mereka tertinggal dalam pemanfaatan AI dan cloud computing untuk keberlanjutan. Singapura (80 persen), Filipina (77 persen), Jepang (75 persen), dan Hong Kong (75 persen) melaporkan tingkat kekhawatiran tinggi terhadap lambatnya adopsi teknologi.
Selain itu, konsumsi energi tetap menjadi perhatian utama. Sekitar 61 persen responden mengkhawatirkan kebutuhan energi AI dan cloud yang besar. Singapura (85 persen), Filipina (77 persen), dan Hong Kong (75 persen) memiliki tingkat kekhawatiran tertinggi.
Minat Tinggi di Asia, Namun Masih Banyak Tantangan
Asia mencatatkan minat tertinggi terhadap AI dan cloud computing dengan angka 83 persen. Disusul oleh Timur Tengah (78 persen), Eropa (74 persen), dan negara maju di Asia (72 persen).
Beberapa negara di Asia menunjukkan antusiasme tinggi, seperti Filipina (91 persen), Singapura (84 persen), Indonesia (81 persen), dan Thailand (81 persen). Meski begitu, banyak bisnis masih kesulitan memahami bagaimana teknologi digital dapat membantu mencapai tujuan keberlanjutan.
Sebanyak 59 persen organisasi mengakui adanya kesenjangan pemahaman, dengan Asia mencatatkan angka tertinggi (63 persen), diikuti oleh Eropa (61 persen) dan Timur Tengah (45 persen). Kekhawatiran utama meliputi kecepatan adopsi teknologi serta dampak konsumsi energi yang besar dari AI dan cloud computing.
Laporan ini menyoroti perlunya percepatan adopsi AI dan cloud computing untuk mendukung keberlanjutan. Bisnis juga harus menyeimbangkan efisiensi operasional dengan dampak lingkungan agar transformasi digital membawa manfaat jangka panjang.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : kompas.com